Membangun rumah tanpa fondasi tentu akan berujung roboh. Begitu pula dalam proses belajar, terutama ketika membicarakan deep learning. Sebuah proyek pembelajaran yang tampak menarik dan keren tidak akan berdampak mendalam apabila tidak ditopang oleh pemahaman konsep yang kuat. Fondasi pengetahuan menjadi kunci agar setiap langkah yang diambil tidak sekadar bersifat sementara, melainkan kokoh dan berkelanjutan.
Sering kali guru maupun pembelajar tergoda untuk langsung melompat ke tahap proyek tanpa membangun pemahaman dasar terlebih dahulu. Padahal, proses memahami konsep adalah pondasi penting yang memastikan proyek berjalan dengan arah yang jelas dan bermakna. Dengan fondasi yang tepat, setiap proyek bukan hanya menghasilkan karya, tetapi juga membentuk pemahaman mendalam yang menjadi jejak pembelajaran sejati.
Ketika proses pembelajaran tidak memiliki fondasi yang jelas, dampaknya bisa dirasakan oleh semua pihak. Murid menjadi bingung karena tidak memahami arah belajar, guru merasa frustrasi karena usaha yang dilakukan tidak menghasilkan capaian sesuai harapan, dan kepala sekolah hanya disibukkan dengan tumpukan laporan tanpa melihat makna nyata dari pembelajaran itu sendiri. Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya desain pembelajaran yang berbasis pada konsep dan tujuan yang kuat.
Pembelajaran yang bermakna adalah ketika murid benar-benar memahami, guru merasa terarah dalam mengajar, dan kepala sekolah mampu melihat proses sebagai perjalanan, bukan sekadar laporan. Dengan pemahaman ini, setiap langkah pembelajaran dapat meninggalkan jejak yang membangun, bukan sekadar menambah beban.
Michael Fullan mengingatkan bahwa pembelajaran mendalam hanya akan bertahan jika memiliki tujuan utama (core purpose) yang jelas. Tujuannya bukan sekadar menyampaikan konten, melainkan membentuk kompetensi global sekaligus karakter peserta didik. Dengan arah yang jelas, setiap aktivitas belajar dapat berkontribusi pada pengembangan murid secara utuh, bukan hanya sebatas pemahaman materi.
Sebaliknya, ketika guru tidak memahami tujuan inti pembelajaran, seluruh aktivitas yang dilakukan di kelas berisiko menjadi sekadar formalitas atau “hiasan kelas” tanpa makna mendalam. Di sinilah pentingnya refleksi dan kesadaran akan arah pembelajaran yang ingin dituju, agar setiap langkah benar-benar meninggalkan jejak yang menguatkan kompetensi, membangun karakter, dan relevan dengan kebutuhan masa depan.
John Hattie, melalui data meta-analisisnya, menunjukkan bahwa pengaruh guru terhadap hasil belajar siswa memiliki effect size sebesar 0,49. Angka ini menegaskan bahwa guru adalah faktor kunci dalam menentukan kualitas pembelajaran. Namun, pengaruh tersebut hanya benar-benar muncul ketika guru memahami dengan jelas mengapa ia mengajar dengan cara tertentu, bukan sekadar mengikuti rutinitas atau metode yang sedang tren.
Artinya, keberhasilan pembelajaran tidak hanya terletak pada strategi yang digunakan, tetapi juga pada kesadaran guru dalam merancang dan menjalankannya. Guru yang memahami tujuan dan alasan di balik tindakannya mampu menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi murid. Dengan pemahaman ini, guru tidak sekadar menjadi penyampai materi, melainkan fasilitator perubahan yang memberikan dampak nyata dalam perjalanan belajar siswa.
Bransford dalam bukunya How People Learn menekankan bahwa pondasi deep learning adalah prior knowledge atau pengetahuan awal murid. Artinya, sebelum melangkah lebih jauh, guru perlu memahami apa yang sudah murid ketahui sebagai titik berangkat pembelajaran. Dengan begitu, proses belajar tidak hanya berfokus pada penambahan informasi baru, tetapi juga membangun keterkaitan yang bermakna dengan pengetahuan yang sudah dimiliki.
Sebaliknya, jika guru langsung “asal loncat” ke materi baru tanpa memetakan pemahaman awal murid, maka siswa seperti melakukan “terjun bebas tanpa parasut.” Mereka kesulitan menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, sehingga pembelajaran terasa membingungkan dan kurang bermakna. Oleh karena itu, mengaitkan konsep baru dengan pengetahuan yang sudah ada bukan sekadar strategi teknis, melainkan langkah penting untuk memastikan pembelajaran benar-benar mendalam.
Biggs & Tang melalui konsep constructive alignment menekankan bahwa pembelajaran yang bermakna hanya bisa tercapai jika guru memahami urutan logis dalam proses belajar. Urutan itu dimulai dari pondasi, dilanjutkan dengan konsep inti, lalu menuju aplikasi. Setiap tahap memiliki peran penting, saling terhubung, dan tidak bisa dilewati begitu saja. Jika salah satunya diabaikan, alur pembelajaran akan rapuh dan tujuan akhirnya sulit tercapai.
Dengan memahami konstruksi ini, guru dapat merancang pembelajaran yang tidak hanya runtut, tetapi juga relevan dan bermakna bagi murid. Ketika pondasi kokoh, konsep inti jelas, dan aplikasi nyata dihadirkan, pembelajaran berubah menjadi pengalaman utuh yang benar-benar meninggalkan jejak. Inilah esensi dari constructive alignment: memastikan setiap langkah pembelajaran saling menguatkan, bukan sekadar aktivitas yang berdiri sendiri.
Pondasi deep learning tidak muncul begitu saja, melainkan dibangun dari tiga lapisan utama. Pertama, mindset guru yang menyadari bahwa pembelajaran mendalam adalah proses jangka panjang, bukan sekadar proyek instan atau kegiatan musiman. Tanpa pola pikir ini, pembelajaran akan mudah terjebak pada aktivitas sementara yang tidak meninggalkan bekas berarti bagi murid.
Kedua, struktur pengetahuan yang dimulai dari pemetaan pengetahuan awal murid, lalu dirancang alurnya secara logis hingga mencapai target kompetensi. Ketiga, konektivitas tujuan, aktivitas, dan penilaian, yang memastikan semua elemen pembelajaran terhubung dan mengarah pada outcome yang sama. Dengan tiga lapisan ini, guru dapat memastikan bahwa setiap langkah pembelajaran saling menguatkan dan benar-benar menghasilkan jejak yang mendalam.
Mari cek sudah sejauh mana kita :
- Saya tahu outcome pembelajaran saya dalam1 kalimat jelas ?
- Saya bisa menjelaskan kenapa outcome itu penting buat murid ?
- Saya mengecek prioritas pengetahuan sebelum topik baru ?
- Saya menghubungkan semua aktivitas ke tujuan akhir ?
- Tanya 3 pertanyaan awal buat mengecek prioritas pengetahuan murid
- Tulis ulang tujuan pembelajaran dalam bahasa siswa (bukan bahasa dokumen)
- Pastikan minimal 1 aktivitas dan 1 bentuk penilaian hari itu langsung nyambung dengan tujuan tadi
- Catat reaksi murid ketika mereka mengerti tujuan pelajaran
- Apa tujuan pembelajaran yang benar-benar bikin murid "kepikiran" setelah kelas selesai ?
- Pernah tidak saya mengajar sesuatu tanpa mengecek terlebih dahulu apa yang murid sudah tahu ?
- Jika saya diminta menjelaskan tujuan Deep Learning ke orang tua murid dalam 1 menit apa yang saya akan katakan ?
Referensi :
- Wiggins, G., & McTighe, J. (2005). Understanding by Design. ASCD.
- Darling-Hammond, L., Flook, L., Cook-Harvey, C., Barron, B., & 0sher, D.(2020). Implications for educational practice of the science of learning and development. Applied Developmental Science, 24(2), 97-140.
- Perkins, D. (2008). Making Learning Whole: How Seven Principles of Teaching Can Transform Education. Jossey-Bas.







0 Comments:
Posting Komentar